February 19, 2009

Takut Menikah karena belum memiliki pekerjaan mapan

"Barang siapa senang terhadap sunnahku, maka hendaklah ia mengikuti sunnahku dan sesungguhnya diantara sunnahku adalah menikah" (HR Al Baihaqi)
Suatu ketika saya bertanya kepada sahabat saya, "Kenapa kamu tidak segera menikah?" Sahabat saya menjawab, "Aku sebenarnya pingin menikah, tapi aku ragu apa aku bisa mampu untuk itu? Pekerjaanku saja belom jelas, belom mapan, malah kadang jadi pengangguran, nanti apa malah tidak menyengsarakan anak-anak dan isteriku? Mau kuberi makan apa mereka, sementara biaya untuk menghidupi diri sendiri saja tidak selalu ada?"
Alasan diatas merupakan salah satu alasan kenapa banyak ikhwah yang takut melangsungkan pernikahan, sementara usianya sudah tidak muda lagi. Lalu ada sahabat saya yang lain yang saat itu mendengarkan percakapan kami, kebetulan dia sudah menikah lebih dulu dibanding kami. Beliaupun lalu menceritakan awal pernikahan beliau sendiri. "Ketika aku menikah, aku masih memiliki banyak hutang bahkan sampai jutaan rupiah, sedangkan pekerjaanku juga belom mapan yaitu berdagang makanan kecil yang baru saja kurintis." Selanjutnya beliau meneruskan kepada kami bahwa pada mulanya beliau juga sempat ragu untuk menikah, karena belom memiliki pekerjaan yang tetap, sehingga timbul keraguan dalam hatinya, 'Nanti anak istriku diberi makan darimana? Nanti mengontrak rumah pakai biaya darimana? Sementara hutangku saja belom lunas". Sahabat saya itu akhirnya merenungkan lebih jauh lagi tentang janji Allah yang akan memampukan hambaNya yang miskin dengan karunia apabila ia menikah sebagaimana yang disebutkan dalam Al Qur'an.
Allah berfirman:
"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui". (QS An Nuur(24): 32)

Sahabat saya yang sudah menikah itu meneruskan perkataannya, "Lama juga terjadi pertentangan dalam batinnya. Lalu saya berpikir, Mungkinkah Allah akan dusta terhadap janjiNya sendiri? Mengapa aku harus ragu terhadap janjiNya? Bukankah jika kuragu, maka hal tersebut bisa melemahkan iman yang ada di hati?. Keraguan adalah bentuk tipu daya syetan yang berusaha menghalangi langkahku untuk beribadah kepada Alllah. Akhirnya saya berketetapan dalam hati walaupun kondisinya masih seperti ini, Aku harus berani melangkah, pokoknya aku aku harus segera melangkah!" Lalu azam saya makin kuat untuk menikah setelah merenungkan nasehat sahabat Abu Bakar ra. : "Taatlah kepada Allah dalam apa yang diperintahkan kepadamu yaitu perkawinan, maka Allah melestarikan janjiNya kepadamu yaitu kekayaan.
Allah telah berfirman: "jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya" (HR Ibnu Abi Hatim dari Ad-Dur Al Manshur)
Juga ungkapan isi hati Umar bin Khattab ketika mengomentari ayat ini:
"Aku tak habis heran, jika ada orang yang ragu-ragu terhadap kecukupan yang akan didapat melalui pernikahan, seperti yang dijanjikan Allah dalam firmanNya, 'jika mereka miskin, maka Allah akan memampukan dengan karuniaNya" (dikeluarkan oleh al Qurthubi)
Sahabat saya yang sudah menikah itu lalu meneruskan perkataannya, "Keberanianku untuk segera semakin kuat saja, tatkala saya mengetahui nasehat Rasulullah salallahu'alaihi wassalam yang memerintahkan kita mencari rizki Allah justru dengan jalan menikah sebagaimana yang diriwayatkan ad Dailami dan Abu Daud:
"Carilah olehmu rizki dalam pernikahan (dalam kehidupan berkeluarga)" (HR Imam ad Dailami)
"Kawinilah wanita-wanita itu, karena mereka akan mendatangkan mal (uang)" (HR Abu Daud)
Lalu kuingat firman Allah yang akan memberikan jaminan kecukupan rejeki:
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberikan rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawwakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya" (QS At Thalaaq (65) : 2-3)
Lalu kubulatkan tekadku untuk menikah meskipun kondisiku belom memiliki kerja mapan dan masih terbelit hutang. Kunikahi istriku saat itu dengan niatan semata-mata untuk sempurnakan keimananku, untuk beribadah semata-mata mengharap ridho Allah. Kuyakin Allah akan mencukupi dengan karuniaNya, Allah pasti tidak akan mengingkari janjiNya sendiri, bukankah Dia Maha Segalanya?
Alhamdulillah meski awalannya agak susah, namun dengan usaha dan ikhtiarku Allah membuka rezki sebagaimana yang Dia janjikan.
"Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya"
Sahabatku itu lalu menceritakan sebuah kisah di jaman Rasulullah salallahu'alaihi wassalam yang pada intinya menggambarkan bahwa kemiskinan dapat diselesaikan dengan jalan pernikahan.
"Telah datang kepada rasulullah seorang laki-laki yang mengadukan kemelaratan hidupnya kemudian diperintahkan kepadanya supaya menikah" (HR al Khatib Jabir bin Abdullah)
"Seorang sahabat datang menemui Rasulullah salallahu'alaihi wassalam dan menceritakan tentang keadaannya yang miskin. Rasululllah tanpa berpikir panjang lalu menyuruh laki-laki itu untuk menikah. Lalu laki-laki itu pulang dengan hati senang dan dengan kemantapan hatinya dia pun menikah. Sekian lama laki-laki itu pun datang kembali kepada Rasulullah dan mengadukan nasibnya. "Ya Rasulullah saya sudah menikah sebagaimana yang Engkau perintahkan, namun kenapa aku tetap miskin?"
"Menikahlah lagi", jawab Rasulullah singkat. Laki-laki itu tak bertanya lagi karena ia percaya pada Rasulullah salallahu'alaihi wassalam. Sebab menurutnya tak mungkin Rasulullah yang demikian mulianya akan menjerumuskan ummatnya. Akhirnya laki-laki itu menikah lagi dengan gadis lain. Namun beberapa waktu kemudia laki-laki itu kembali menemui Rasulullah dan mengadukan kembali masalahnya, "Ya Rasulullah, istri saya sudah dua namun kenapa aku tetap saja miskin?"
Rasululllah kembali menjawab dengan singkat, "menikahlah lagi!"
Bukan main senangnya laki-laki itu mendengar jawaban Rasulullah. Akhirnya dia menikah ketiga kalinya .Namun setelah beberapa lama keadaannya tetap saja miskin dan tidak berubah. Dengan berat hati laki-laki itu kembali menemui Rasulullah.
"Ya Rasulullah, Engaku telah menyuruhku menikah untuk ketiga kalinya, tetapi aku tetap saja miskin dan miskin. Sekarang apa yang harus kulakukan agar aku bisa keluar dari kemiskinanku?" kata laki-laki itu. Rasulullah hanya menjawab, "Menikahlah kembali".
Akhirnya laki-laki itupun menikah keempat kalinya. Dan benar apa yang dikatakan Rasulullah, ternyata setelah pernikahan yang keempat ini kehidupannya mulai berubah. Istri keempatnya ternyata membawa berkah. Kepandaiannya menenun ia mengajarkan kepada 3 madunya. Akhirnya usaha tersebut dibawah naungan suaminya membawa keuntungan dan keberhasilan, Usaha yang semula kecil-kecilan berangsur pelan menjadi besar dan mampu mencukupi kebutuhan keempat istrinya. Singkat cerita mereka menjadi kaya raya.
Duhai sahabatku yang masih lajang hingga sekarang, jangan sia-siakan waktu mu yang sebentar ini. Takut miskin, pekerjaan yang lom mapan, pengangguran bukanlah alasan untuk takut menikah. Menikah adalah ibadah.Menikah adalah penyempurna keimanan kita kepada Allah.
Ingatlah nasehat Ibnu Abbas ra kepada kita:
"Siapa yang ingin menjadi manusia yang paling kaya hendaklah ia yakin pada jaminan Allah melebihi daripada apa yang sudah ada ditangannya."
Semoga bermanfaat.

wahai wanita jagalah kehormatan dirimu

Kuingat sebuah kalimat yang mengatakan "apa salahnya perigi mencari timba"? Perigi diibaratkan sebagai wanita karena memiliki sifat lebih pasif (menunggu), sementara timba diibaratkan sebagai laki-laki karena lebih bersifat aktif (mencari, mendatangi). Bisa dikatakan dengan kalimat lain, apa salahnya jika wanita tidak hanya bersifat menunggu untuk mendapatkan pendamping hidupnya atau dengan kata lain wanita lah yang berinisiatif lebih dahulu, tidak harus laki-laki yang memulai. Islam memang tidak mempermasalahkan tentang hal tersebut. Meski wanita dikaruniai sifat pemalu, namun Islam tidak melarangnya. Ingatkah engkau sahabat? Bagaimana awal mula Rasulullah salallahu’alaihi wasalam menikah dengan Siti Khadijah, justru Siti Khadijah lah yang berinisiatif lebih dahulu.
Wahai para sahabat muslimah, jangan malu untuk memposisikan dirimu layaknya perigi mencari timba-nya. Karena macam ikhtiar masing-masing manusia itu berbeda satu sama lainnya.
Namun ada satu hal yang perlu diingat, jangan abaikan fitrah kita sebagai wanita. Wanita memiliki rasa malu yang juga harus dijaga. Tanpa rasa malu didalamnya, wanita tidak akan terhormat lagi dan harga dirinya akan jatuh jua.
Banyak wanita yang mengejar-ngejar laki-laki tanpa mempedulikan batasan yang seharusnya. Membabi buta, tidak peduli bagaimana perasaan laki-laki yang dikejarnya...hanya menuruti nafsunya semata...pokoknya harus menikah dengannya, pokoknya dia harus jadi milikku, dia hanya tercipta buat aku, hingga segala cara dia tempuh tak peduli ini halal atau kah tidak, tak peduli ini benar atau salah...hingga doanya pun hanya meminta Allah agar laki-laki itu mau menikah dengannya:” Wahai Tuhan, jika dia (laki-laki itu) baik maka dekatkanlah dia padaku, namun jika dia tidak baik, maka tolonglah buat dia baik dan bisa menikah denganku. Ya Tuhan, kutak mau dia jadi milik orang lain, kuingin dia bisa menikah denganku, karena ku begitu cinta kepadanya”.
Ada pula muslimah yang selalu menawarkan dirinya untuk dinikahi kepada siapapun yang dikenalnya...bukankah hal seperti ini malah menjatuhkan nilai dirinya?
Wahai sahabat, memang tidak ada salahnya menjadi perigi yang mencari timbanya lebih dulu. Tapi jagalah kehormatan diri kita. Lakukan dengan cara-cara yang dituntunkan dalam ajaran agama. Lakukanlah sebagaimana yang Siti Khadijah lakukan kepada Rasulullah. Wallahu’alam.
“Ya Allah, karuniakanlah kepada kami pasangan hidup yang menyenangkan hati bagi kami dan jadikanlah kami sebagai tauladan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa kepadaMu.” (QS Al Furqan: 74)

May 19, 2007

mahabbah

Tanda-tanda kecintaan Allah SWT kepada hambaNya
Ada beberapa pertanda yang apabila terdapat dalam diri seorang hamba atau hamba yang bersangkutan merasakannya, maka hal itu menunjukkan bahwa Allah mencintainya.
1. Pengaturan Allah yang baik kepadanya. Dia telah mendidiknya sejak kecil dengan tatanan yang terbaik. Allah telah menetapkan iman dalam kalbunya dan memberikan penerangan pada akalnya sehingga dia berhak mendapat kecintaan dari Nya dan memprioritaskannya hanya untuk beribadah kepadaNya. Dia menyibukan lisannya dengan berdzikir kepadaNya dan menyibukkan seluruh anggota tubuhnya dengan amal ketaatan serta selalu mengikuti semua yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Allah menjadikannya bersikap antipati dengan segala sesuatu yang menjauhkan dirinya dari Allah. Allah akan memberikan pertolongan kepada hamba yang dicintaiNya ini dengan memudahkan segala urusan tanpa merendahkan dirinya kepada makhluk.
2. Menjadikan orang yang dicintainya dapat diterima di kalangan penduduk bumi.
Abu Hurairah ra menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah apabila mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil Jibril dan berfirman, "Sesungguhnya Aku mencintai si Fulan, maka cintailah dia!", maka Jibril pun mencintainya, kemudian berseru di langit (kepada penghuninya) seraya mengatakan, "Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah dia oleh kalian." maka semua penduduk langit pun mencintainya, kemudian diletakkanlah kecintaan kepadanya di kalangan penduduk bumi. Sebaliknya, apabila Allah membenci seorang hamba. Dia memanggil Jibril, lalu berfirman: "Sesungguhnya Aku membenci si Fulan, maka bencilah dia!". Jibril pun membencinya, kemudian Jibril berseru di kalangan penduduk langit, "Sesungguhnya Allah membenci si Fulan, maka bencilah dia oleh kalian." maka mereka pun membencinya kemudian diletakkanlah kebencian terhadapnya di muka bumi." (HR Bukhari dan Muslim)
3. Allah menimpakan cobaan kepadanya.
Anas ra telah mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya besar pahala mengikuti pada besarnya cobaan. Sesungguhnya Allah apabila mencintai suatu kaum, pasti Dia menimpakan cobaan Nya kepada mereka. Barangsiapa yang ridha, dia akan mendapat keridhaanNya dan barang siapa yang marah, maka dia akan mendapat murka-Nya."
Allah menimpakan cobaan kepada mereka dengan berbagai macam ujian hingga membersihkan mereka dari dosa-dosa.
"Dan sesunguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu." (QS Muhammad (47): 31)
Cobaan akan ditimpakan oleh Allah kepada seorang hamba sesuai dengan kadar keimanan dan kecintaanya kepada Allah, sebagaimana yang dipertanyakan Sa'ad bin Abu Waqqash ra, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya? Rasulullah SAW menjawab, "Para nabi, kemudian orang-orang yang dibawahnya lagi. Seorang hamba akan diuji sesuai dengan kemampuan agamanya, apabila agamanya kuat, maka cobaannya kuat pula, dan jika dalam agamanya terdapat kerapuhan, maka dia mendapat cobaan sesuai dengan kemampuan agamanya. Cobaan tiada hentinya akan mendera seorang hamba hingga membiarkannya berjalan di muka bumi, sedang dia tidak mempunyai suatu dosa pun." (HR Tirmidzi dinilai shahih oleh Al Albani).
4. Meninggal dunia dalam keadaan sedang mengerjakan amal shalih, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits: Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah apabila menyukai seorang hamba, Dia akan membuatnya seperti madu. Para sahabat bertanya, "Apakah yang dimaksud dengan membuatnya seperti madu?" Beliau menjawab, "Memberinya taufiq untuk mengerjakan amal shalih sebelum ajal datang menjemputnya hingga semua tetangga dan orang-orang yang ada disekitarnya ridha kepadanya." (HR Ahmad, Ibnu Hibban dan Hakim, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Mahabbah (cinta) adalah suatu kedudukan yang didalamnya
bersaing banyak orang untuk memperebutkannya
Hanya tertuju kepadanyalah orang-orang yang beramal
memusatkan perhatian mereka
Demi untuk meraih ilmu mengenainya
orang-orang yang paling terdahulu
menyingsingkan lengan bajunya
Dan oleh karenanyalah,
orang-orang yang dimabuk cinta melupakan segalanya
Dan berkat keharuman hembusannya,
orang-orang ahli ibadah bersemangat
dalam mengerjakan ibadahnya
Mahabbah (cinta) adalah konsumsi kalbu manusia,
santapan ruhani mereka, kesejukan hati mereka,
kesenangan jiwa mereka, cahaya akal,
dan kesejahteraan batinnya
Dan mahabbah (cinta) adalah tujuan semua cita-cita
kesudahan semua harapan
jiwa kehidupan, dan kehidupan jiwa
(Sumber: Silsilah Amalan Hati (3): Tafakur, Mahabbah, Taqwa, Wara'; Muhammad bin Shalih Al Munajjid, IBS, 2005)